SENYUM DIAMBANG KEMATIAN
Karya Novianti Osma
Senja membalut hari, sang mentari terbenam diufuk barat. Cahayanya yang indah menghiasi pantai dengan deburan ombak dilaut lepas. Ditepi pantai itu tampak sesosok gadis yang cantik jelita. Ia menatap laut dengan pandangan kosong seolah-olah tidak menghiraukan keanggunan sosok pantai. Tanpa ia sadari telah membuang beberapa butiran permata yang bernilai sangat mahal serta berwarna putih bening dan bersifat lembut bagaikan lembutnya salju. Ya itulah gambaran perasaan yang terlukis diraut wajah seorang gadis cantik tersebut. Gadis cantik nan malang itu bernama melodi, ia hanya ingin mengenang nasibnya yang sungguh malang dan kurang beruntung.
Kesedihan ini berawal dari keadaan kesehatan melodi yang memberikan petanda tidak baik. Pada hari itu melodi hanya terkulai lemas dengan raut wajah yang sangat membingungkan bahkan terlihat sangat pucat. Bukan hanya dirinya yang merasakan kebingungan itu., tetapi juga temannya. Zizi dan Intan salah satu teman dari melodi yang ikut merasakan kebingungan tersebut akhirnya menghampirinya dan tidak membiarkannya berlarut dalam kesedihan sendirian.
“Mel, ada apa dengan mu?? “, sapa intan sambil mengerutkan keningnya. Melodi hanya tersenyum pasi, sehingga Intan menjadi lebih penasaran lagi dan berkata “kamu baik-baik ajakan?”. Melihat temannya sangat gelisah akan keadaanya, melodi pun menjawab “entahlah aku juga tidak tau, hanya saja kepala ku agak sedikit pusing”. Intan dan Zizi pun saling tatapan dan juga menunjukkan kebingungan. Tak berapa lama kemudian mereka bertiga mulai berjalan menuju kelas, dan pada saat itu melodi berjalan dengan agak lambat, sehingga tertinggal dari barisan Intan dan Zizi. Beberapa detik kemudian terdengar suara “brukk” ternyata melodi pingsan, Zizi dan Intan pun kaget.
|
Senyum Diambang Kematian |
Dari dalam kelas tampak seorang laki-laki berlari menghampiri Melodi dan mengangkat melodi menuju UKS serta memberinya pertolongan, sehingga dalam sekejap saja melodipun siuman. Dengan perlahan melodi membuka mata dan menatap teman-teman yang membantunya. Pada saat itu pula Melodi kebingungan dan berkata dengan terbata-bata “Zi, Tan , Lan ak..ak..aku kenapa???”. Alan yang semula diam langsung menyahut “kamu jatuh pingsan tadi Mel”. Karena sudah terasa agak mendingan Melodi pun langsung bangkit dari tempat tidurnya.
Tak berapa lama kemudian bel sekolah berbunyi yang menandakan jadwal pulang telah tiba. Dengan segara mereka bersiap-siap untuk pulang. Melodi, Intan dan Zizi bersama-sama menuju pintu gerbang dan setibanya didepan pintu gerbang melodi harus berpisah dari kedua temannya karena arah perjalan pulangnya yang berbeda. Setelah berpisah dari kedua temannya tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara teriakan “mel..mel tunggu dong”. Ternyata suara tersebut milik Alan, entah mengapa Melodi malah menghindar dari Alan dan langsung mengkayuh sepeda kesayangannya serta menjauh dari alan.
Saat tiba ditaman melodi merasakan sedikit keanehan dari kepalanya dengan segera ia menghentikan sepeda dan langsung turun. Dikepala itu terasa sesuatu yang sangat mengganjal telah menyerangnya, tanpa sadar akhirnya melodi pun ambruk ditaman itu. Untung saja disaat itu dengan diam-diam Alan telah mengikutinya dari awal, sehingga dengan segera melodi mendapatkan pertolongan. Alan membawa melodi kerumah sakit dan masuk keruang UGD serta langsung ditangani oleh dokter.
Beberapa lama kemudian Melodipun siuman sebelum dokter sempat menceritakan keadannya kepada Alan. Dengan wajah tegang dan agak takut Melodi memberanikan diri untuk bertanya kepada dokter masalah apakah yang telah melandainya sehingga dia harus lemas dan sakit-sakitan seperti ini.
“dok, sebenarnya saya ini kenapa? Akhir-akhir ini kepala saya sering sakit dan saya juga sering pingsan”, tanya Melodi dengan penasaran dan juga tegang.
Dokter dan suster kemudian saling menatap, hal ini membuat Melodi menjadi cemas. Karena dokter tidak satupun mengucapkan kata-kata melodi pun bertanya lagi, tetapi kali ini dengan nada agak memaksa “dok, saya kenapa?”.
Sambil menghirup napas dalam-dalam dokter pun menjawab “nak kamu yang sabar ya! Saya harap kamu kuat menerima kenyataan ini”. Sebelum menyambung kalimatnya dokter melihat Melodi dengan memastikan melodi dalam keadaan tenang dan tidak akan kaget jika dokter menceritakan yang sebenarnya, tak lama kemudian dokter pun berkata “kamu terserang kanker otak stadium empat, tetapi menurut keterangan medis kamu hanya mampu bertahan dalam satu bulan lagi”.
Mendengar berita tersebut Melodi terdiam dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya, tanpa sadar butiran beningpun mengalir dipipinya, dan mulai menyerang dokter dengan berkata “apa dok?? Kanker otak stadium empat, enggak mungkin, dokter bohongkan?”.
“Saya tahu kamu akan shock mendengar berita ini, tetapi berdasarkan hasil yudisium di labor kamu benar positif dinyatakan terkena kanker otak stadium empat nak”, jawab dokter tersebut memastikan keadaan Melodi tersebut.
“Lalu apa yang harus saya lakukan dok?”, Melodi menanyakan nasibnya dengan nada agak memelas. Dokter pun kemudian menjawab ”satu-satunya jalan yang harus kamu ikuti saat ini adalah mengikuti kemoterapi”. Melodi pun akhirnya menangis dengan terisak-isak dan bergumam dengan berdoa “ya Allah akankah sanggup aku meghadapi kenyataan ini? Kenapa harus aku ? kenapa ya Allah? Apa belum cukup yang aku alami selama ini?”.
Beberapa waktu kemudian melodi meninggalkan ruangan UGD, saat diluar ruangan tersebut dilihatnya Alan dengan setia menunggunya. Tanpa disadarinya Melodi memeluk Alan dan menangis sejadi-jadinya, didalam hatinya ia berharap Alan mau menjadi tempat curhat dan memberikan semangat untuknya dalam menjalani sisa-sisa hidupnya.
Ternyata disebalik kesetian Alan terdapat dendam yang sangat membara dan tidak diketahui sama sekali oleh Melodi. Didalam hati Alan berkata “ akhirnya kamu jatuh juga dalam perangkap ku Mel, akulah yang membalaskan perbuatan papa mu dimasa lalu terhadap mamaku sendiri”. Dengan berpura-pura peduli Alan berkata “hmm Mel, kamu kenapa?”.
Melodi terdiam dan kemudian sadar kalau dia telah memeluk Alan dengan serta merta Melodi melepaskan pelukannya. “gak lan, aku gak papa kok, kata dokter aku hanya sakit kepala biasa ntar minum obat juga sembuh”, kata melodi dengan berbohong. Melodi tidak ingin ada sesiapapun yang tahu akan keadaanya apalagi Alan. Dia tidak ingin ada sesorang yang merasa cemas dengan keadaannya, apalagi Alan, karena diam-diam sebelumnya dia telah memendam perasaan padanya.
“ya sudah, kalau begitu biar aku antar pulang saja”, kata Alan memberikan bantuan. Dalam perjalanan pulang Alan menjalankan aksi dendamnya dengan berkata “hmm, mobil aku mogok bagaimana neh? Kayaknya harus didorong”. Dengan niat membalas budi Melodi pun menyarankan untuk mendorong mobil Alan, meskipun dia tidak tahu kalau ini merupakan tipu muslihatnya. Dengan keadaan pusing Melodi mendorong mobil Alan, tetapi dia memperlihatkan dirinya bahwa dia tidak apa-apa. Dengan berpura-pura peduli Alan menanyakan keadaan Melodi, meskipun Melodi berkata kalau dia tidak apa-apa, padahal pada saat itu Melodi sudah mulai gemetaran dan keringat pun bercucuran.
Setibanya dirumah, Melodi sangat kelelahan dan benar-benar lemah, tetapi dari dalam rumah terdengar tertiakan yang sangat mengejutkannya “Melodi..” ternyata suara itu milik ibu tirinya yang kejam yang baru saja dinikahi oleh ayahnya setelah bercerai dari ibu kadungnya. Karena hak asuh jatuh pada ayahnya maka dia harus tinggal bersama ayah dan ibu tirinya. Namun pada malam ini ia harus tinggal bersama ibu tirinya saja berhubung ayahnya ada urusan keluar negri. “Ya ma..”, jawab Melodi menyahut teriakan ibu tirinya itu. Ibu tiri yang kejam yang tidak menghiraukan keadaanya malah membentaknya dan berkata “kemana saja kamu, apa kamu tidak tahu pekerjaan kamu dirumah ini sangat banyak?? Cepat sana selesaikan kerjaan kamu”. Dengan sabar Melodi menjawab secara singkat “ya ma..”. Itulah keadaan hari-hari yang harus dilewatinya, bermacam-macam siksaan dan paksaan bertubi-tubi menghantuinya, tetapi siksa fisik ini belum mengurangi semangat hidupnya yang pada waktu itu telah tinggal lima hari lagi.
“Kring..kring” bel rumah terdengar berdering dengan segera Melodi membukakan pintu “papa” teriaknya kemudian dengan wajah yang sangat girang. “Hello sayang, anak papa yang cantik ini kelihatan kurus”, canda papanya kemudian. “Yea Melodi kurus begini, lantaran kangen ama papa tauk?”. “papa kok cepat pulangnya? Katanya papa agak lama disana, emangnya urusan papa diluar negri itu udah selesai yea?” lanjut Melodi kemudian denga perasaan yang sungguh bahagia. Semenjak hari itu ibu tirinya kembali normal seperti semula, ia sangat baik dan saying pada Melodi.
“belum sih saying, papa pulang karena papa tahu kamu lagi sakit” jawab papa nya sambil mengusap kepala anak nya dengan kasih saying.
Sore itu Melodi berniat untuk bertemu dengan Alan, tetapi Alan sebelumnya susah sekali untuk dihubungi. Akhirnya ia meminta bantuan Intan untuk menemaninya mencari Alan. Agar mendapat izin dari papanya mereka mampir disebuah kafe dan dia melihat sesosok wanita bersama pria yang lagi duduk menikmati hidangan ditempat yang sama.
“Tan, itu bukannya Alan bersama Zizi ya? Ngapain mereka berdua disini”, Tanya melodi sedikit heran.
Melodi dan intan hampir saja tiba didepan mereka berdua, dan tanpa sadar tiba-tiba langkah mereka terhenti.
“Alan sudahlah, kamukan sudah punya pacar?” bentak Zizi sambil berdiri dari kursi.
“Pacar, siapa?”, tanya Alan dengan nada sedikit heran.
“Melodi” zawab Zizi singkat.
Hah.. dia asal kamu tahu aja, aku itu tidak pernah suka dengan dia, aku berpacaran dengannya hanya untuk membalas dendam”, jelas Alan kemudian.
“Apa? Balas dendam?” Tanya Zizi heran “ya, balas dendam, itu aku lakukan karena perlakuan papanya terhadap mama ku sehingga dia menderita gangguan mental hingga sekarang dia harus dirawat di rumah sakit jiwa. Oleh karena itu aku akan membalaskan dendam dengan melampiaskan sakit hati aku pada anaknya”, Alan menjelaskan dengan panjang lebar dan sangat antusias.
“Dan satu lagi, waktu pulang dari rumah sakit aku pernah menyuruh dia untuk mendorong mobil ku, padahal sebenarnya mobil aku sama sekali tidak mogok”, tambah Alan kemudian.
“Lan kamu benar-benar gila ya?” bentak Zizi kemudian.
“Ya itu belum seberapa Zi atas apa yang dilakukan papanya terhadap mamaku”, jawab Alan kemudian semakin antusias.
Dari kejauhan, Melodi mendengarkan semua itu terasa olehnya bagaikan petir disiang bolong. “Alan..” teriak Melodi kemudian sambil menangis.
Alan kaget sejadi-jadinya karena ia tidak menduga kalau Melodi hadir ditempat itu dan mendengar dengan jelas semua kata-kata yang diucapkannya didepan Zizi. “Lan, kamu benar-benar tega ya, aku kira selama ini kamu sangat tulus menyayangiku tetapi ternyata kau..” belum selesai Melodi mengucapkan kalimatnya tiba-tiba kepala Melodi sakit.
Semula Alan berniat untuk menolong Melodi, tetapi tiba-tiba pikiran busuknya kembali muncul “ingat Lan, dia adalah anak orang yang telah menyebabkan mama kamu menderita”. Beberapa menit kemudian Alan pun tidak tega, dengan segera dia menolong Melodi untuk dibawa kerumah sakit.
Setibanya dirumah sakit Melodi langsung ditangani oleh dokter, sementara Alan yang menunggunya diluar langsung diserang oleh Intan sambil berkata “Alan, asal kamu tahu, sebenarnya Melodi terserang penyakit kanker otak stadium empat dan hidupnya tidak lama lagi”.
“Dia tidak pernah cerita apapun dengan ku Tan termasuk penyakitnya”, jawab Alan kemudian sambil merasa bersalah.
“Yah Melodi memang melarang aku untuk ceritakan ini semua, karena dia tidak ingin kamu cemas dan khawatir sama dia, karena dia sangat sayang sama kamu Lan, tetapi apa yang telah kamu perbuat terhadap dia, kamu benar-benar keterlaluan yah”, sambung Intan dan langsung mengarahkan jari telunjuk nya kedada Zizi seraya berkata “Dan kamu Zi, sahabat macam apa kamu, kamu tahukan kalau Alan pacaran sama Melodi, tapi kenapa sih kamu berusaha untuk mendekati Alan?”.
Empat hari telah berlalu, melodi masih dirawat dirumah sakit dan dia sama sekali tidak mahu bertemu dengan Alan juga Zizi. Sehingga Alan memutuskan untuk berkunjung kerumahnya saja untuk meminta maaf kepada papanya, dan pada saat itu pula papa nya menjelaskan hal yang sebenarnya terjadi. Berdasarkan cerita tersebut Alan sangat menyesal dan dirasakannya dihatinya kalau dia benar-benar telah jatuh cinta pada Melodi. Beberapa jam kemudian Alan dan papanya melodi bergegas ke rumah sakit, tetapi mereka tidak menemui melodi diruangan itu. Diruangan itu hanya tertinggal sepucuk surat untuk Alan dan juga papanya.
Dear papa,
Bulan, bintang menjadi ratu malam, sang mentari bak raja perkasa disiang hari, air terjun yang panjang dan indah bagai padang samurai. Hmm inilah kata-kata papa pada melodi setiap sebelum mulai memejam mata menemui impian yang indah selama bintang berkelip diangkasa. Benar pa Allah begitu agung mengatur semuanya, begitu juga dengan apa yang Melodi alami sekarang. Melodi hanya akan menghabiskan waktu yang tersisa ini dengan sebaik-baik mungkin tanpa air mata dan berlawanan dengan batin melodi. Sebelumnya melodi minta maaf pa, Melodi harus pergi dari hadapan papa untuk menghadap Allah. Melodi tidak mau buat papa sedih melihat mel harus melawan maut buat terakhir kalinya. Melodi saying papa kok, dan melodi berharap papa bisa memberikan suatu kebahagian buat melodi untuk terakhir kalinya yaitu dengan cara papa harus kembali dengan mama, karena Mel tahu papa dan mama saling menyayangi. Tolong penuhi permintaan anakmu ini pa disaat ambang kematian Mel ada sedikit goresansenyum yang indah.
Ttd , ananda….
Melodi untuk papa
Dear Alan,
Alan kamu tidak usah mencoba untuk mencari aku, terimakasih untuk semua-semuanya yang telah kamu berikan pada ku, termasuk cinta ku yang kau balas dengan derita karena terlarut dalam dendam. Tetapi asal kamu tahu, sepahit apapun kamu perlakukan aku cinta dan kasih sayang yang telah aku berikan itu tulus datangnya dari hati ku.
Cinta yang tertunda,
Melodi yang tulus
“Om Alan tahu dimana melodi sekarang”, ucap Alan membangunkan lamunan papa melodi akibat surat yang telah dibacanya. “Biasanya kalau lagi bersedih melodi sering ke vila didekat pantai, mungkin saja kita bisa menemuinya disana”, sambung Alan kemudian. Alan, Papa dan mama Melodi beserta Intan dan juga Zizi pergi bersama menuju Vila yang dimaksud Alan. Benar ternyata Melodi ada ditempat itu, dia terlihat sedang duduk dikursi roda dengan linangan butiran putih bening mengalir dipipinya sambil menatap pantai dengan tatapan kosong. Hembusan angin dan suasana pantai pada saat itu seperti ikut hanyut dalam kesedihan yang dialami Melodi.
Alan mendekati Melodi dengan wajah penuh sesal dan berkata sambil terisak-isak “Mel maafkanlah aku, aku benar-benar menyesal, aku sudah tahu hal yang sebenarnya terjadi sama kamu dan soal dendam ku. Aku sudah lupakan itu semua, sekarang aku sadar kalau aku sangat mencintai kamu Mel”.
“Tapi semuanya sudah terlambat Alan, waktu ku sudah dekat”, tutur Melodi dengan lembut dan sama sekali tidak melihat Alan serta semua orang yang ada disitu melainkan tetap menatap deburan ombak di pantai.
“tidak Mel, kamu pasti kuat, kamu harus bertahan Mel, kamu pasti bisa”, ujar Alan sambil menggenggam tangan Melodi. Melodi pun hanya tersenyum.
“Aku benar-benar senang disaat hari terakhir ku kalian semua berkumpul disini, (kemudian melihat kearah mama dan papanya) ma, pa Melodi sangat senang kalian telah bersatu lagi (kemudian melihat kedua sahabatnya) dan kamu Zi, aku tahu kalau kamu benar-benar sayang dengan Alan, maka aku sangat berharap agar kamu bisa membahagiakan Alan”, usai berkata begitu dengan tenang Melodipun menghembuskan nafas terakhirnya, dan terlihat diwajahnya sinaran yang sangat cerah sedangkan dibibirnya tersungging sebuah senyuman pulas. Setelah perjalanan hidup Melodi tiba, maka pada saat itu pula matahari pun ikut kembali keperaduannya. Jelaslah sudah melodi telah pergi untuk selamanya dengan tenang.
The End