RASA DARI UFUK TIMUR
Karya Eka Nurul Aini
Semalam air langit telah turun membasahi bumi, dia taburkan kedinginan pada setiap insan di bumi. Kedinginan itu juga menghampiri seorang anak manusia yang sedang khusu’ dalam alunan doa-doanya. Assyifa Lailatil Maulida. Itulah nama pemberian dari kedua orang tuanya. Syifa sapaan akrab untuk gadis sholeha itu. Setiap orang di kampungnya, pasti mengenal gadis manis itu. Tutur sapanya yang sopan dan sifat serta sikapnyayang baik, membuat para tetangga menyayangi dia. Tak seorang pun yang tak mengenalnya. Keluarga Syifa adalah keluarga yang baik dan ramah, sehingga tidak heran jika tetangganya sangat menghormati keluarganya.
Malam kian larut, orang-orang terbuai dalam alunan mimpi yang terbalut selimut dingin. Tetapi, tidak untuk Syifa. Dia masih larut dalam buaian doa yang dia panjatkan pada sang Ilahi. Waktu sudah menunjukkan jam 02.45 WIB. Syifa pun mengakhiri doa yang ia panjatkan dan dia pun kembali mengenakan piyamanya. Tak pernah ia tinggalkan dan lupakan doa untuk mengiringi dirinya terlelap. Dia pun terlelap dan jiwaya mulai memasuki istana mimpi. Tidak terasa, waktu sudah menunjukkan pada jam 04.00 WIB. Adzan subuh berkumandang di setiap penjuru kampung tempat tinggal gadis sholeha itu. Tanpa ada alarm didekatnya, gadis itu pun terjaga dari tidur dan buaian mimpi yang masih terus memaksanya untuk terlelap. Dia segera bergegas menuju kamar mandi yang berada di samping rumah. Selesai membersihkan dan menyucikan dirinya, gadis itu beserta kedua orang tuanya langsung beranjak menuju mushola yang berada tidak jauh dari tempat tinggalnya. Di pintu masuk mushola, seorang pemuda tidak sengaja menyenggol dirinya sehingga mukena serta sajadah yang ia bawa jatuh di lantai. Syifa memungut sajadah serta mukenanya, pemuda yang tidak senagaja menabrak dirinya itu segera membantu dia, seraya mengucapkan permintaan maaf yang tiada hentinya. “Maaf, saya tidak sengaja. Saya benar-benar minta maaf atas kecerobohan saya ini”. Syifa hanya tersenyum sambil mengamggukkan kepala, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. “Apakah Anda tidak apa-apa?” itulah kalimat kedua dari pemuda tersebut. Syifa kembali tersenyum dan menjawab pertanyaan yang tertuju pada dirinya, “Saya tidak apa-apa.
|
Rasa Dari Ufuk Timur |
Terima kasih telah membantu memungut sajadah dan mukena saya dan maaf saya harus meninggalkan Anda, karena sholat berjamaah akan didirikan”. Syifa meninggalkan pemuda itu dengan senyum dan tanpa sengaja dia beradu pandang dengan pemuda yang ada di depannya, lalu ia pun berlalu menuju tempat untuk para kaum wanita. Pemuda itu juga segera bergegas menuju tempat untuk para kaum pria dan mendirikan sholat berjamaah.
Sholat subuh telah usai didirikan. Para jamaah satu per satu meninggalkan mushola, begitu pula dengan Syifa. Dia juga beranjak meninggalkan mushola setelah selesai berdoa dan membaca ayat suci. Namun ada seorang pemuda yang tetap duduk khusu’ dalam mushola tersebut. Pemuda itu tetap khusu’ dalam doanya, sampai air ata menetes dikedua pipinya. Rasyid, begitulah nama dari pemuda itu. Rasyid seorang pemuda yang tidak sengaja menjatuhkan sajadah dan mukena Syifa. Rasyid tetap khusu’ berada di dalam mushola itu. Memang seperti itulah kegiatan dia sehari-hari sebelum dia berangkat ke tempat kerja.
Fajar sudah mulai terlihat, matahari rupanya sudah bangun dari mimpinya. Cuaca pagi itu terasa begitu menyejukkan jiwa. Burung-burung saling berkejaran di udara, ada pula yang sedang mendendangkan nyanyian pagi. Daun-daun dan pohon-pohon yang ada di desa itu tersenyum menyambut indahnya pagi. Alam pun riang menyambut datangnya sinar pagi yang siap menyinari dan menerangi dunia, setelah sepanjang malam diselimuti oleh dingin. Orang-orang di kampung itu sudah siap untuk menjalankan tugas dan kewajibannya. Mereka kembali memulai pagi dengan berbagai aktivitas. Ayah dan ibu Syifa juga bersiap-siap menuju sawah untuk melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda. Syifa seperti biasa, diam di rumah dan menyiapkan makanan untuk kedua orang tuanya. Kehidupan di desa memang tidak sama dengan kehidupan kota. Di kota, pagi hari orang-orang sudah memulai untuk sarapan. Sedangkan di desa, pagi hari orang-orang sudah berada di sawah untuk merawat tanamannya tanpa memikirkan sarapan terlebih dahulu.
Syifa setiap pagi memang sudah terbiasa menyiapkan sarapan untuk kedua orang tuanya. Pagi sudah mulai menyingsing, waktu sarapan telah tiba. Orang tua Syifa bergegas menuju rumah untuk menikmati sarapan yang telah dibuat oleh anak semata wayangnya. “Assalamualaikum...” terdengar suara ayah Syifa memanggil salam. Syifa pun menjawab salam sambil membukakan pintu untuk orang tuanya, “Waalaikum salam.. sarapan sudah Syifa siapkan Yah”. Ayah dan ibunya segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan kemudian menuju meja makan. Syifa juga ikut menikmati sarapan bersama kedua orang tuanya.
Bayangan senyum waktu di mushola masih terbayang dibenak gadis berusia 20 tahun itu. Tanpa dia sadari, hatinya mulai berdesir ketika terlintas bayangan Rasyid. Seorang pemuda yang tidak sengaja membenturya waktu akan melaksanakan sholat subuh. Seketika Syifa langsung tersadar dari lamunan dosanya. Dia segera beristighfar berkali-kali memohon ampun pada Sang Kholiq atas kebodohan yang baru saja dilakukannya. Namun hatinya tidak bisa munafik, bahwa dia sangat ingin mendapat kesempatan bertemu kedua kalinya dengan pemuda yang ramah dan sopan yang tidak pernah ia temui sebelumnya. Setiap berdoa, tanpa sengaja dia menyelipkan bayangan pemuda yang dia temui di mushola sewaktu fajar diufuk timur. Saat sholat pun, Syifa seringkali tidak khusyu’ karena pikirannya sering tidak menyatu dengan jiwanya. Gadis itu berusaha menepis bayangan pemuda yang ia temui dengan segera membaca istighfar dan bersujud memohon ampun dengan air mata menetes tanpa henti di pipinya. Dia sadar bahwa perbuatannya itu merupakan kesalahan besar yang tidak pantas dia lakukan, karena dosa akan segera menghampiri dan menemani dirinya.
Rasa dari ufuk timur benar-benar telah membuat hati Syifa tidak tenang dan selalu dihantui oleh bayang-bayang dosa. Rasyid adalah pemuda pertama yang telah membius Syifa dan membawanya pada buaian dosa yang menyalimuti dirinya. Syifa tak bisa menepis dan tak bisa terus menerus membohongi dirinya, bahwa dia benar-benar memiliki rasa pada Rasyid seorang pemuda yang umurnya dua tahun diatasnya. Makin hari rasa itu makin menguasai hati dan pikiran gadis sholeha itu. Dadanya sering sesak karena dipenuhi oleh rasa-rasa yang tidak jelas asal mulanya. Dalam sujud dipertiga malam, dia menangis mengadu pada Ilahirobbi memohon.
PROFIL PENULIS
Eka Nurul Aini adalah seorang mahasiswi yang berasal dari Pulau kecil di Jawa Timur. Saat ini, Eka masih tercatat sebagai mahasiswi aktif di salah satu Universitas terkemuka di Madura. Eka juga masih aktif dalam suatu organisasi teater kampus (teater Akura).
Judul : Rasa Dari Ufuk Timur - Cerpen Islam
Deskripsi : RASA DARI UFUK TIMUR Karya Eka Nurul Aini Semalam air langit telah turun membasahi bumi, dia taburkan kedinginan pada setiap insan di ...
keyword :
Rasa Dari Ufuk Timur - Cerpen Islam,
Cerpen Islam