SENJA PENGUSIR CAHAYA
Karya Atep Maulana Yusup
Sabtu malam yang panjang dan sulit. Bagaimana tidak, aku di percaya untuk bicara langsung kepada Lina. Lina adalah front man di band yang aku bentuk beberapa tahun lalu. Personil yang lain ingin agar aku mencari pengganti Lina saja, karena kita tidak suka akan sifat egois Lina. Tapi aku emilih untuk berusaha membuat dia merubah sifatnya itu terlebih dahulu.
Yang membuatku sulit saat itu, adalah karena Lina kakak kandung dari Sasya. Sasya adalah wanitaku. Sudah dua tahun kita bersama, dia wanita tangguh yang pernah ku kenal selain cantik dan juga menyenangkan. Berada disampingnya adalah hal yang tak pernah ingin ku lewatkan karena dia cahayaku, dia mampu kuatkan langkahku untuk menapaki hidup ini.
|
Senja Pengusir Cahaya |
Minggu pagi, jarum jam dindingku menunjukan tepat pukul 07:00 saat mata ku tertuju pada benda bulat tersebut. Cahaya matahari masuk melalui celah-celah kaca jendela kamar yang belum sempat ku buka. Pagi itu langit begitu cerah, memaksa dengan dinginnya menyegarkan dan merayuku untuk beranjak dari tempat tidur. Belum sempat aku beranjak. Tiba-tiba “Crriinngg.. crriinngg.. ccrriinngg.. ” HP-ku berbunyi, khas bunyi sms. Tepat di telinga kiri, setelah aku cek rupanya pesan yang masuk dari Lina.
“Amee, gue baru sadar maksud dan tujuan lo semalam yang berlagak menyampaikan keluhan kalian tentang gue, padahal intinya kalian ingin agar gue keluar kan? it's Ok, gue ngerti dan mutusin buat keluar dari band lo, gue kecewa dan benci mee sama lo...!!” mataku yang masih merasakan ngantuk terbuka lebar membaca isi pesan itu, dengan wajah mengernyit jantungku berdegup kencang merasakan takut.
“kenapa seperti ini, dia membenciku. Bagaimana jadinya hubunganku sama Sasya, apa perkataanku semalam salah” mulutku bergumam. Aku berharap semoga Lina tidak menyangkut pautkan masalah ini pada hubunganku dengan Sasya dan tidak terjadi apa-apa saat Sasya mengetahui apa yang trjadi semalam.
“kok lo gitu na.., lo salah ngertiinnya na. Sorry..!!!, bukan begitu kali tujuan gua, gua ingin lo tuh sadar dan merubah kebiasaan buruk lo demi kemajuan band ini…,” balas ku, dengan tangan gemetar.
Perasaanku jadi tidak menentu. Aku beranjak dari tempat tidur,membuka jendela kamar membiarkan udara pagi yang sejuk lebih leluasa masuk ke kamarku. aku ambil handuk yang tergantung di belakang pintu kamar dan melangkah menuju kamar mandi mengingat jam 09:00 ada janji dengan Sasya, sudah satu minggu kita tidak bertemu.
Setelah selesai mandi dan ganti pakaian, HP ku kembali berbunyi. Ternyata kali ini pesan dari Sasya.
“Pagi sayang, jadi kan pagi ini kita ketemuan di tempat biasa..? jangan terlambat ya.. ada hal penting yang ingin aku bicarakan.. love you!!!
“jadi dong sayang, love you to?” balasku.
Aku tertegun dan coba menebak apa hal penting yang ingin dia sampaikan itu. Tatapanku kosong tertuju kearah luar jendela melihat birunya langit pagi itu, namun keresahan hati yang bergemuruh menghilangkan keindahan langit pagi itu.
Sampai akhirnya,“Amee, kamu sudah bangun sayang. Ayo turun kita sarapan bareng-bareng” suara keras ibu menyadarkan aku dari lamunan itu. Aku melihat jam yang menunjukan pukul 08:30.
“iya mah.., sebentar” sahutku dari dalam kamar sambil bersiap-siap. Lantas aku keluar dan turun menuju ruang makan, sudah ada ayah dan ibuku menunggu. Masakan ibu pagi itu begitu lezat, akupun makan dengan lahapnya.
"mau kemana..? pagi-pagi gini udah rapi ini kan hari libur, bukan biasanya teman-temanmu main kesini untuk latihan" tanya ayah sembari mengunyah makan yang ada dalam mulutnya.
"hehehe... mau ketemu Sasya yah" balasku tanpa mau menjawab pertanyaannya yang menyinggung masalah band.
Setelah selesai makan aku langsung pergi setelah berpamitan kepada kedua orang tuaku terlebih dahulu.
Ternyata aku tiba lebih awal di taman pinggir kota tempat aku dan Sasya biasa bertemu. Kita sangat menyukai tempat itu karena suasananya nyaman, sejuk dan tenteram karena jauh dari hiruk pikuk kota.
Saat mataku terpejam menikmati udara yang sejuk, tidak lama kemudian Sasya menyapaku.
“hai sayang.., huhh. Dasar setiap kesini pasti kamu seperti itu, tapi biasanya kamu merem sambil senyum-senyum sendiri kenapa sekarang Cuma meremnya saja… kemana senyumnya?” tanyanya sambil duduk di sebelah ku, dengan tatapan lurus kedepan. Mungkin dia sudah memperhatikanku saat mataku terpejam.
“Nyaman banget ya disini, coba halaman rumahku seperti ini” jawabku sambil melihat ke arahnya. Matanya terlihat merah dengan kelopak mata yang membengkak.
“Matamu kenapa.. sayang?” tanyaku khawatir.
“ lagi sakit mata dari kemarin” jawabnya singkat dan aku tahu dia sedang berbohong.
“bagaimana harimu selama seminggu kita tidak ketemu?” Sasya bertanya pelan, dengan sedikit parau.
Setiap detik, menit dan jam terlewati, dengan di selingi candaan obrolan kami semakin mengasyikan sampai-sampai semua terasa begitu cepat. Namun keceriaannya terlihat kurang seperti ada beban yang sedang di pikul dan dia sembunyikan dariku. “ada apa dengan dia..? tanyaku dalam hati, di saat makan siang pun dia banyak menyisakan makanannya pertanda dia sedang tidak nafsu makan. Setelah makan siang kita pergi mengeliling tiap sudut kota dengan berboncengan menggunakan motor tua milik ayahku yang masih terawatt dengan baik.
Teriknya matahari telah tiada, udara pun mulai terasa dingin. Jalanan macet di sesaki mobil pribadi yang semakin banyak saja. “Ya tuhan, sudah jam 17:30 sayang..” aku baru menyadari bahwa hari sudah semakin sore.
“Masa iya sih..?kalau gitu kita ke pantai ya sayang.., aku ingin melihat matahari kembali ke peraduannya” pintanya sambil memelas dan mengencangkan tangannya yang melingkar di perutku.
Aku pun menuruti kemauannya dengan membalikan arah laju motorku. Tidak lama kemudian kami tiba di pantai saat itu ombaknya cukup tinggi, angin berhembus kencang menyibakan rambut Sasya yang panjang terurai. Putihnya awan berubah kemerahan, cahaya matahari perlahan meredup. Kita duduk di atas putihnya pasir yang basah tersentuh air laut.
Kita terdiam menatap matahari yang seperti hendak tenggelam ke dasar laut, saat itu pantai sedang sepi pengunjung hanya kita berdua dan deburan ombak yang terdengar menghantam batu karang.
“Sayang, aku masih ingin menjadi penerang bagimu dan semua orang di sekitarku. Tapiii…?” dia membuka pembicaraan, namun terhenti sejenak.
“Tapi apa Sya….?” Aku bertanya di sela-sela perkataannya yang terhenti, sambil menoleh ke arah wajahnya. Matanya berkaca-kaca, bibirnya yang kecil bergetar hebat.
“Tapi senja mengusirku dari sisimu…,!!! Kita harus berpisah..,”
“Ap..ppaa sya.. apa kamu bilang? semua Ini hanya salah paham sayang.., aku hanya bermaksud” belum selesai aku berbicara dengan nada yang menahan emosi. Sasya menutup mulutku dengan jari telunjuknya yang basah oleh air matanya. Apa yang aku takutkan terjadi, mungkin semalam dia bertengkar dengan kakaknya Lina.
“Lihat itu, cahayamu berseteru dengan senja.., walaupun tetap terlihat indah, akan tetapi senja bersiap menyambut gelap.., kamu harus mengerti pada hakikatnya gelap itu harus ada agar kamu bisa lebih menghargai setiap cercah dari cahaya.., jaga dirimu baik-baik ya. Suatu hari pasti ada cahaya lain yang membuat jalanmu kembali terang…,” ungkapnya sambil beranjak pergi meninggalkanku dengan langkah gontai.
Jantung seakan berhenti berdetak mendengarnya, terdengar suara ombak semakin bergemuruh, tapi teriakanku menyainginya “senjjjaaaa, apakah kau sekejam itu. Kau rampas cahaya dari hidupku, kumohon kembalikan kepadaku”
Dengan gelap kita bisa menghargai terang dan kesakitan akan senantiasa memberi jalan kepada kebahagian ketika manusia menjalaninya dengan ikhlas.
PROFIL PENULIS
Nama : Atep Maulana Yusup
No Telp : 081933814130
Fb : https://www.facebook.com/atepmaulana.yusup
Twitter : @atepmaulana_y
Email : atepmaulanayusup@ymail.com
Judul : Senja Pengusir Cahaya - Cerpen Cinta
Deskripsi : SENJA PENGUSIR CAHAYA Karya Atep Maulana Yusup Sabtu malam yang panjang dan sulit. Bagaimana tidak, aku di percaya untuk bicara langs...
keyword :
Senja Pengusir Cahaya - Cerpen Cinta,
Cerpen Cinta