Suatau Pagi Dipadang Rumput - Cerpen Persahabatan

  • mbahbejo
  • kata
    • kata lucu
    • kata bijak
    • kata mutiara
    • kata cinta
    • kata gokil
  • lucu
    • gambar lucu
    • pantun lucu
    • tebakan lucu
    • kata lucu
    • cerita lucu
  • berita
    • berita unik
    • berita politik
    • berita artis
    • berita aneh
  • kesehatan
    • asam urat
    • kanker
    • jantung
    • hepatitis
    • ginjal
    • asma
    • lambung
  • gambar
    • gambar unik
    • gambar lucu
    • gambar aneh
    • gambar animasi
    • video lucu
  • hoby
    • burung
    • ikan
    • piaraan
  • contoh
    • surat lamaran
    • recount text
    • descriptive text
    • curriculum vitae
    • deskripsi
  • video
    • video lucu
    • video hantu
    • video polisi
    • video totorial
    • video panas
    • video lagu
  • blog
    • SEO
    • template
    • script
    • widget
    • backlink
    • imacros
  • komputer
    • excel
    • macro excel
Home » Cerpen Persahabatan » Suatau Pagi Dipadang Rumput - Cerpen Persahabatan

Suatau Pagi Dipadang Rumput - Cerpen Persahabatan

SUATU PAGI DIPADANG RUMPUT
Karya Laras

Sebutir embun diujung rerumputan hijau yang terhampar luas berdiri sama panjang dan teratur. Disisi kanan dan kiri adalah sepetak petak sawah dengan padi yang masih menghijau samar samar mengalunkan percikan air disepanjang sawah. Kubentangkan lagi mataku pada sebuah penampakan biru membumbung tinggi dengan lekuk yang indah berjejer bukit bukit kecil disebelahnya. Aku menengadah menatap cakrawala, terbentuk setengah lingkaran sempurna seolah membenarkan teori bahwa bumi itu bulat. Kala itu masih pagi, udara masih dingin beraromakan tanah basah karena embun belum menguap terasa sejuk sempurna, terkadang tercium pula bau rumput segar menyejukan pikiran siapa saja yang ada disini. Pedesaan. Masih asri. Indah dipandang. Aku berbaring ditepi jalan panjang yang memisahkan padang rumput dengan rumah warga. Dibeberapa tepi jalan berdiri kokoh pohon pohon kapuk. Bercabang banyak namun tak rimbun. Hanya ada beberapa buah kapuk menggelayut diudara. Diujung yang lain terdapat pohon jati yang tumbuh subur dan rimbun menyilaukan warna hijau pekat menawarkan keteduhan. Sempurna. Tentu saja. CiptaanNya. Aku masih terpaku tak ingin memejamkan mata. Kehijauan yang aku rindui selama diperantauan. Kini aku kembali. Dipadang rumput ini, ada sesuatu yang kurindui.

Suatau Pagi Dipadang Rumput
Matahari mulai terik. Aku berdiri dengan malas. Sedikit kugerakan badan, punggung, tangan. Senam pagi. Bisikku sendiri.
“Sudah siang, kau tidak ingin pulang?”
“Aku masih rindu padang rumput ini”
“Besok kau bisa datang lagi”
“Tentu saja. Kau ikut?”
“Ya”

Kami menyusuri jalan tanah sempit ditengah sawah . Aku sengaja tak melewati jalan raya yang ada. Siapa yang mau melewatkan kesempatan ini. Sejak aku diperantauan. Kesegaran, keindahan alam lama tak kujumpai. Hanya hamparan gedung bertingkat, air sungai keruh dengan timbunan sampah dibeberapa sudut, jalanan yang rapat, asap mengepul, disekeliling yang kujumpai hanya wajah para pengendara yang kesal menunggu keleraian macet. Jadi sepuas puasnya aku menatap kesegaran alam diDesa kelahiranku. Kupupuk untuk kukenang saat aku kembali keperantauan. Kadang aku dengan sengaja memeringkan badan ke kanan ke kiri, tak kubuat seimbang. Berharap aku terjatuh dipadi padi yang terbentang hijau. Kalau aku dengan sengaja menjatuhkan diri, padinya akan rusak. Teman seperjalananku ini pasti menggerutu. Lain halnya jika tak sengaja.
“Berjalanlah biasa saja” Sahut temanku yang mulai menyadari aku berpura pura berjalan tak seimbang

Aku tertawa. Mukanya yang awalnya datar terkembangkan senyum melihat tingkahku, dia manis saat tersenyum. Sesampainya diujung jalan, aku mencuci kaki. Air mengalir jernih dikali kali kecil . Kuceburkan kakiku, air yang awalnya jernih bening menjadi keruh kecoklatan. Segar.Badanku.Pikiranku.
“Terimakasih. Kau baik mau bangun pagi dan menemaniku berkeliling” Aku tersenyum dan menatap matanya.
“Siapa yang bisa menolak ajakan wanita secantik kau?” Dia ikut tersenyum kepadaku. Namanya Rio. Rumahnya tak jauh dari rumahku. Hanya terpisah lima rumah saja. Rio bukan teman masa kecilku. Dia berasal dari Jakarta. Kota yang kini jadi perantauanku. Aku yang asli dari Desa ini merantau ke Jakarta. Rio yang dari Jakarta, merantau bersama keluarganya di Desaku. Karena itulah kami mudah akrab. Karena masing masing dari kami menempati kota kelahiran kami. Aku mengenalnya dua tahun yang lalu. Aku sudah diperantauan. Saat aku pulang mudik lebaran, kami berkenalan. Dan dengan mudahnya kami mengakrabkan diri. Pemikirannya luas. Topiknya tak pernah membosankan. Aku yang selalu penat dengan kesibukanku sebagai sekretaris disebuah perusahaan jasa di Jakarta, selalu merasa kehadiran Rio mewakili rinduku pada Desaku..

Matahari makin tinggi. Kutatap wajahku digenangan air yang tenang. Dalam bahasa jawa kami menyebutnya sendang. Biasanya dipakai warga Desa untuk mandi. Airnya bersumber dari mata air. Dibuat kolam kecil agar airnya bisa menggenang dan dipakai mandi, atau mencuci baju. Warga desa sudah tak berani mandi dikali besar. Karena arusnya kadang deras dan berbahaya. Maka mereka mencari sumber sumber mata air yang bisa dipakai mandi dengan tenang. 

Pinggiran sendang dibuat lantai permanen dari semen. Agar bisa dipakai mencuci. Disisi kanan kiri dibuat pelindung berupa bambu ala kadarnya untuk menutupi orang yang sedang mandi. Disebelah kanan sendang, mengalir air terjun kecil yang mengairi sawah. Tanahnya agak tinggi. Tanah selokan buatan alam. Airnya tak pernah surut. Bersumber dari mata air pula. Dulu saat aku kecil bersama teman wanita lainnya rajin datang ke sendang ini tiap sore. Mandi dan mencuci baju. Kami selalu punya alasan untuk bersenang senang. Dengan menunggu cucian yang direndam, kami naik ke tanah yang lebih tinggi. Dibawahnya ada kolam lumayan besar yang airnya menggenang dengan jernih.Dari kolam dibuat selokan kecil menuju sawah sawah warga. Kolam itu menampung kami yang terjun bebas dari ketinggian yang tak seberapa. Tak ada batu batu karang, tak ada keramik biru layaknya kolam renang tapi kolam buatan alam yang istimewa bagiku . Walau cucian kami tak seberapa banyak, kami hampir selalu menghabiskan waktu dua sampai tiga jam disendang. Tentu saja bukan karena cuciannya, tapi karena dialam ini, sendang ini, kami tak pernah bosan meluangkan waktu. Bermain dengan alam.
“Kalau kau hendak mandi, aku bisa mengintipmu dari sini” Rio menyadarkan lamunanku, lalu tertawa. Aku segera membasuh muka dengan air sendang yang segar lalu berdiri.
“Kau saja yang mandi. Aku yang mengamatimu.” Lalu aku mendorongnya turun ke sendang dan lari pergi sekencang kencangnya. Rio berusaha mengejarku. Tapi dia tumbuh dari kota yang manja, kakinya tak kuat, larinya tak kencang. Tentu saja dia kalah denganku. Yang tumbuh bersama alam. Kami tertawa. Segar.

Kami makin enggan pulang. Menyusuri pedesaan ini tak ternilai harganya. Untukku. Kurasa Rio juga berpikir begitu. Dari sendang kami memutar jalan pulang melewati hutan. Bukan hutan yang lebat seperti bayangan orang pada umumnya. Hutan disini tak begitu lebat. Pohonnya agak jarang, hanya ilalangnya tumbuh subur dan liar. Aku bercerita banyak dengan Rio. Tentang masa kecilku. Aku bangga dengan pengalaman kecilku. Saat dihutan aku dan teman temanku tak akan pernah kelaparan atau kehausan. Suguhan dari alam sangat melimpah. Dihutan, layaknya disebuah foodcourt bagi kami anak Desa ini. Kami bisa mencari apa saja yang kami mau. Makanan, buah, minuman, semuanya yang mengenyangkan perut. Suguhan alam yang paling special adalah jamur, yang kami sebut jamur barat. 

Jamur itu tumbuh di hutan, sangat sulit mencarinya. Hanya tumbuh dimusim hujan, kami dengan teliti menyusuri permukaan tanah. Warnanya coklat muda, hanya tumbuh satu atau dua batang. Jika bisa menemukan satu batang, dari tempat yang tidak begitu jauh kami bisa menjumpainya lagi. Kuncupnya tak mekar sempurna, tapi rasanya nikmat sekali. Ditumis dengan bawang putih dan garam saja terasa sangat lezat. Baunya harum tak bisa dijelaskan dengan kata. Jika digoreng jamur itu akan mengeluarkan sedikit minyak dan mengempis. Rasanya gurih, lebih gurih dari daging apapun, lezat. Baunya khas. Rio yang mendengarkanku bercerita, penasaran. Kami berharap menemukannya dua atau tiga batang. Pasti menyenangkan. Dipeternakan jamur manapun, tak kujumpai ternak jamur barat. Jamur lain tak ada yang bisa menandingi rasa gurihnya. Sayang sekali tak bisa diternakan. Entah mengapa, aku tak begitu paham. Untungnya kami yang masih kecil tak pernah salah makan jamur beracun. Kami cukup pintar dan mengenal alam kami dengan baik.

Dihutan, aku dan Rio melewati jalan setapak. Sekali-kali aku keluar jalur memetik bunga liar, memetik pisang satu atau dua buah jika Rio mau. Aku berlari ketika melihat bukit kecil didepan perjalanan kami. Ilalangnya tak begitu rimbun. Sebuah pohon besar meneduhi bukit kecil itu. Aku duduk lalu berbaring diatas bukit. Menikmati alunan daun gugur dari pohon rindang disebelahku. Bentangan langit membiru. Kupejamkan mata. Akan kusimpan memori indah ini. Selalu terkenang membuat hatiku damai. Walau sedikit kecewa karena tak menjumpai jamur barat.
“Kau lelah?” Kutengok wajah Rio yang memerah. Keringatnya melingkupi seluruh wajahnya

Rio tersenyum.
“Semuanya sebanding. Alam ini sungguh indah. Aku tak pernah bosan berkeliling bersamamu. Lelah, tentu saja tak kurasa.”
Aku senang mendengarnya.
Entah berapa lama kami berbaring dibukit itu, bercerita. Berbagi pengalaman. Hingga badanku mulai gatal. Semut semut kecil mungkin kepanasan terlalu lama aku tindih. Lalu menggigitiku. Kali ini kami berjalan pulang, kuputuskan untuk berkeliling lagi. Ke kali besar dan hutan yang ada disekelilingnya besok pagi. Aku mengenal daerah ini dengan baik, jika pulang kekampung halaman tak akan kusia-siakan. Aku akan dengan senang mengulang lagi memoriku saat kecil. Mengenal kembali alamku. Desaku yang tak banyak berubah.

Sampai didepan rumah, aku berpamitan dengan Rio. Badanku asam, berkeringat. Aku segera mandi. Dengan segar. Wajahku berseri , makin berseri saat kudapati seorang lelaki tinggi dengan kulitnya yang putih bersih, berdiri diambang pintu.
“Biaan…” Aku tersenyum dan memeluknya. Bian kekasihku. Dari perantauan. Dia memberiku kejutan, datang kerumahku tanpa memberitahuku. Aku senang mendapatinya akan menemaniku berlibur disini. Dengan semangat aku menceritakan kegiatanku sehari ini. Bian tak cemburu aku berkeliling berdua dengan Rio. Dia mempercayaiku.
“Kami akan berkeliling lagi besok, kau harus ikut” Aku mengedipkan mata merayu
“Tentu. Pasti menyenangkan”
Hari ini terasa membahagiakan. Pagi disaat aku membuka mata hingga malam aku menutup mata kudapati begitu sering aku tersenyum dan tertawa. Hariku indah.
Pagi jam lima aku sudah berada di padang rumput atau yang biasa kami sebut lapangan hijau. Bian tak henti-hentinya memuji keelokan alam kelahiranku. Menikmati kesejukan embun dipagi hari, walau hijaunya rumput belum begitu terlihat karena masih gelap. Walau gunung yang biasanya membiru terlihat seperti bayangan hitam dan samar samar membumbung tinggi. Bian bahagia disini, meresapi dalam dalam napasnya.

Rio.. Aku lupa membangunkannya. Kucari handponeku.
“Rio, kau jadi datang? Aku sudah dipadang rumput bersama Bian”

Rio sudah mengetahui Bian adalah kekasihku.
“Tidak, aku masih mengantuk. Kau lanjut saja dengan Bian.” Jawab Rio dari sebrang telpon.
Nadanya datar. Kudengar suara dibelakang sedikit ribut. Seperti orang bercakap-cakap. Aku mencoba mengenali latar belakang dimana Rio berada. Tak mungkin dia masih tidur.

Kubalikkan badan, kutelusuri bayangan beberapa orang disebrang sawah yang dekat dengan pemukiman penduduk. Benar saja, kudapati seseorang sedang memegang handpone ditelinganya. Dibelakangnya ada lima orang petani sedang berdiri. Dan dapat kupastikan bayangan itu yang berdiri mengamati aku dan Bian dari kejauhan adalah Rio. Aku menutup telponku. Aku tidak pernah berharap Rio menyukaiku. Dia sahabatku, dia bagai alamku, yang selalu berteman denganku. Kuhirup udara dalam dalam. Kubalikkan badan dan kupeluk Bian

Baca juga Cerpen Persahabatan yang lainnya.
Ditulis oleh Unknown, Senin, 24 Juni 2013 10.19- Rating: 4.5

Judul : Suatau Pagi Dipadang Rumput - Cerpen Persahabatan

Deskripsi : SUATU PAGI DIPADANG RUMPUT Karya Laras Sebutir embun diujung rerumputan hijau yang terhampar luas berdiri sama panjang dan teratur. Di...
keyword :Suatau Pagi Dipadang Rumput - Cerpen Persahabatan, Cerpen Persahabatan
Posting Lebih Baru
Posting Lama
Beranda
Postingan Populer
  • Cinta Antara Adik dan Kakak Kelas - Cerpen Romantis
    CINTA ANTARA ADIK DAN KAKA KELAS Karya Himatul Aliah Suatu hari dimana semua orang sudah terbangun dan bersiap-siap untuk memulai akt...
  • Sepasang Bidadari - Cerpen Ibu
    SEPASANG BIDADARI Karya Albertus Kelvin Namaku Mitsuko. Hari ini aku masuk sekolah seperti biasa. Ditemani oleh awan yang mendung dan...
  • Daun daun Pun Berguguran - Cerpen Cinta Remaja
    DAUN-DAUN PUN BERGUGURAN Karya Beatrix Intan Cendana Hari ini tepatnya musim gugur yang bagiku cukup menyejukkan, mungkin tak seperti...
  • Tiga Bulan Berujung Tangis - Cerpen Sedih
    TIGA BULAN BERUJUNG TANGIS Karya Khanissa Aghnia Afwa Namaku Ifha Dwi Ashilla, singkatnya Ifha. Aku seorang murid kelas 11 di SMA Negeri Ban...
  • Senja Pengusir Cahaya - Cerpen Cinta
    SENJA PENGUSIR CAHAYA Karya Atep Maulana Yusup Sabtu malam yang panjang dan sulit. Bagaimana tidak, aku di percaya untuk bicara langs...
  • Boneka Beruang dan Sepeda Butut - Cerpen Persahabatan
    BONEKA BERUANG DAN SEPEDA BUTUT Karya   Radifa Farah Putri berjalan lesu sepulang sekolah. Ia sangat tersinggung dengan perkataan Sarah keti...
  • Pelangi di Malam Hari - Cerpen Cinta Romantis
    PELANGI DI MALAM HARI Karya Elisabeth Cecilia Setiap nafas yang kurasakan aku selalu merindukan pelangiku, selalu mencari-cari segalanya yan...
  • Berhenti Mencintaimu - Cerpen Cinta
    BERHENTI MENCINTAIMU Karya Mellysaurma Aku terlarut dalam lagu Tak sanggup lagi(Rosa) yang mengalun begitu lembut. Begitulah kiranya ya...
  • Kumpulan Cerpen Remaja Part III Update 2013
    Cerpen Remaja - Banyak Cerpen Remaja yang sahabat Loker Seni Kirimkan ini bahwa menandakan dunia fiksi di Indonesia ini sangat berkembang ...
  • Jangan Melihat Buku Dari Sampulnya - Cerpen Motivasi Remaja
    JANGAN MELIIHAT BUKU DARI SAMPULNYA Karya Mahendra Sanjaya Hi.. perkenalkan, namaku Mahendra Sanjaya. Teman-teman biasa memanggilku Jaya. Ak...

Info mbahbejo © Suatau Pagi Dipadang Rumput - Cerpen Persahabatan