LEBAH DAN BUNGA
Karya Nadia Hayu
Langit sore yang begitu indah. Dipinggir trotoar, tepat di depan toko bunga tertanam berbagai jenis bunga. Apalagi dengan datangnya semilir angin dan kelap-kelip lampu menambah suasana sore yang indah. Sungguh sangat indah bayangan itu jika aku dapat melihatnya kembali, namun kenyataan berkata lain. Aku buta untuk selamanya.
“ Tersenyumlah indah dengan senyumanmu yang membuatku akan bahagia. Menunggu senyum janjimu, kau pergi, namun malaikat dan bidadari berada di sampingku menemaniku sebagai pengganti janjimu.”
Aku hanya bisa membayangkan dengan berdiri di depan pintu dengan pandangan gelap gulita. Tiba –tiba ju dengar ada orang membuka pintu, aku mengira itu adalah janji yang kutunggu, namun itu hanya pembeli bunga.
“ Mir, sudahlah, mungkin dia tidak akan datang, lebih baik kita tutup tokonya ya.” Sura itu berasal dari seorang teman yang bernama Wira.
“ bisakah kita menunggu sebentar?” ujar Miranda dengan suara lembutnya.
 |
Lebah dan Bunga |
Wira mengiyakan permintaanku tanpa kata-kata yang membujukku untuk mendengarkannya. Wira adalah sahabatku disaat senang dan duka, ia selalu berada disampingku saat aku membutuhkannya. Kami sudah bersama selama 10 tahun dan toko ini adalah hasil kami berdua.
Beberapa menit kemudian, terdengar pintu terbuka dan muncullah pemuda tampan dengan gaya jas yang gagah. Aku berusaha mencium bau varfumnya, baunya sangat kukenal dan langkah kakinya seperti orang yang sedang kutunggu, sampai tebakanku kurasa benar saat pria itu tiba-tiba mencium keningku dan berkata, “ selamat sore bungaku!” itu adalah suara Dammar,orang yang sengaja membuatku menunggu. “ chieeeee…. Ada hati yang berbunga-bunga nih…!” goda Wira yang sengaja membuatku malu didepan Dammar.
“ Wir, aku pinjam dulu sahabatmu ini ya. Kau tutup saja tokonya.”
“ ok deh… jaga shoulmateku yang satu ini ya.”
Hari itu kegundahan, keresahan, seakan terobati dengan janji yang sudah terpenuhi. Dammar mengajakku ke luar dengan lingkungan yang sekarang merasa asing buatku setelah kebutaanku. Tapi Dammar seakan menuntunku kembali kemasa aku pernah ada untuk dunia asing ini.
“ Mir, sekarang kamu tebak, kita ada dimana?”
Aku merasakan udara yang berhembus dengan sejuknya,” ini tempat apa?”
“ ini tempat kenangan dimana kamu pernah mengenalkanku dunia yang belum pernah aku kenal, tempat dimana kamu selalu membuatku merasa aku bisa melihat sesuatu disini. Kau bagaikan bunga indah yang menerima apa adanya lebah yang ada disekelilingmu.”
Air mataku tiba-tiba menetes, aku merasakan suatu hal yang berbeda dari kata-kata itu, “ bunga yang menerima apa adanya lebah berada.” Aku meraba wajah Dammar dan berkata,” bukan…. Bunga ini sekarang bukan bunga yang indah lagi, bunga ini adalah bunga yang cacat tak dapat melihat seindah madu yang ia punya. Ia tidak lagi dapat mellihat lebahnya yang selalu mengelilinya.”
Tiba – tiba Dammar memelukku dengan erat dan terdengar desah isak tangis Dammar ditelingaku. Aku meraba wajahnya, aku menemukan air mata telah membasah wajahnya. “ Dammar, ada apa? Kenapa kamu menangis?” bingungku dengan keadaan Dammar. Dammar tetap diam tak mau bicara apapun, tiba-tina ia berlutut di hadapanku meminta maaf padaku, aku tetap bingung apa maksudnya.
“ maaf untuk apa, aku mohon bangunlah jangan seperti ini!”
“ jangan pernah memaafkan aku Mira, kesalahanku sangat besar padamu.” Isak tangisnya dengan memohon ampun pada Miranda. Sampai suatu kata terlontar sangat jelas dari mulut Dammar yang membuat aku tahu kesalahan apa yang diperbuatnya padaku,” aku tak pernah sakit, dan itu membuatmu harus kehilangan matamu, maafkan atas keegoisanku,” kata- kata itu membuatku sangat terpukul, sakit dan sesak didada serasa aku tak dapat bernapas saat itu, tak kuasa aku ingin jatuh tubuhku serasa sangat lemas sekejab.
“ aku tak pernah mencintaimu, aku mendekatimu hanya untuk mata darimu, cintaku palsu padamu Mira, aku telah menipumu tentang penyakit itu agar kau mau menolongku.”
“sebelum kamu melakukan itu, kamu tidak memikirkan perasaanku, aku tulus memberikan itu tapi kau menghianati ketulusanku. Kenapa kau begitu jahattttt……!” air mataku saat itu tak terbendung, aku terus menangis sampai dadaku terasa sesak.
“ aku bosan dengan keadaanku, aku ingin melihat… aku ingin!’
“ seekor lebah tidak akan pernah menyakiti bunga hanya untuk egonya, karena keharuman yang dimiliki bunga ia tidak akan pernah mau merusaknya, kau dengar itu!”aku berusaha berdiri dan inginku pergi tak ingin mendengar suara yang sudah menghancurkan keyakinanku, sebelum itu, “ kau tahu, mata yang kuberikan padamu itu adalah mata ibuku, mata ketulusan ibuku. Dan aku telah membuangnya untuk orang munafik sepertimuuuuuu.” Kesedihanku memuncak, aku berlari sekencang-kencangnya, aku tak peduli lagi aku buta atau apa, aku hanya ingin jauh dari Dammar, lebah yang busuk hatinya. Aku sudah merasa gagal, gagal akan keyakinan diriku, ak hanya bisa menyerah untuk hidupku ini. Kebutaanku ini adalah hasil dari kepercayaan yang tak bisa kupegang dengan kuat hanya berakhir oleh permainan seekor lebah.
“ kadang pengorbanan akan berakhir kebahagiaan, tapi justru banyak yang merasakan pengorbanan akan berakhir sia-sia. Jangan terlalu setia dan menaruh cinta yang berlebihan pada sisi yang akan membuatmu jatuh.”(NAHAPRA)
PROFIL PENULIS
Nama : Nadia Hayu Prasasti
TTL : Blitar, 23 Januari 1996
Pendidikan : Masih Sekolah
Judul : Lebah dan Bunga - Cerpen Sedih
Deskripsi : LEBAH DAN BUNGA Karya Nadia Hayu Langit sore yang begitu indah. Dipinggir trotoar, tepat di depan toko bunga tertanam berbagai jenis ...
keyword :
Lebah dan Bunga - Cerpen Sedih,
Cerpen Sedih