Ever After - Cerpen Remaja

  • mbahbejo
  • kata
    • kata lucu
    • kata bijak
    • kata mutiara
    • kata cinta
    • kata gokil
  • lucu
    • gambar lucu
    • pantun lucu
    • tebakan lucu
    • kata lucu
    • cerita lucu
  • berita
    • berita unik
    • berita politik
    • berita artis
    • berita aneh
  • kesehatan
    • asam urat
    • kanker
    • jantung
    • hepatitis
    • ginjal
    • asma
    • lambung
  • gambar
    • gambar unik
    • gambar lucu
    • gambar aneh
    • gambar animasi
    • video lucu
  • hoby
    • burung
    • ikan
    • piaraan
  • contoh
    • surat lamaran
    • recount text
    • descriptive text
    • curriculum vitae
    • deskripsi
  • video
    • video lucu
    • video hantu
    • video polisi
    • video totorial
    • video panas
    • video lagu
  • blog
    • SEO
    • template
    • script
    • widget
    • backlink
    • imacros
  • komputer
    • excel
    • macro excel
Home » Cerpen Remaja » Ever After - Cerpen Remaja

Ever After - Cerpen Remaja

EVER AFTER
Karya Ervan Apriansyah

I.
Terkadang, kebahagian sangat sulit dituangkan dalam sebuah tulisan, kita biasanya hanya merasakan dan menikmatinya saja. Jadi, mengapa kita tidak mencoba menuliskannya? Dan bila suatu saat nanti kita melupakan kebahagian, kita dapat dengan mudah mengingatnya kembali.

Kebahagian pernah kurasakan sebelumnya, semua itu berawal dari kekaguman, lebih tepatnya lagi kekaguman yang ku rahasiakan sendiri. Sore itu sepulang sekolah, aku bertemu dengannya lagi, bukan karena sudah direncanakan, hanya karena kebetulan saja. Sebelumnya, aku memang sudah mengetahuinya, namun kami tak banyak bertemu dan tak pernah sedikitpun saling berbicara. Ia adalah adik kelasku dan sudah selarut ini ia masih berdiri sendiri di depan gerbang sekolah. Entah mengapa, meskipun gugup aku tetap menghampirinya. “Nunggu siapa?” sapa pertamaku dan sekaligus menjadi awal aku berbicara dengannya.
“Nunggu temen!” sahutnya sedikit canggung karena mungkin berbicara dengan orang asing sepertiku.
“Sendiri?” pertanyaan bodohku selanjutnya, jelas aku melihatnya berdiri sendiri dan aku menanyakannya lagi.
“Iya, kak Riza!”
Aku sedikit tercengang, karena ternyata ia sudah mengetahui namaku. “kamu udah tahu nama saya?” tanyaku lagi memastikan.
“Ya, kita kan satu sekolah!” sahutnya tersenyum mengolok. “Oh ya, namaku Risti!” lanjutnya lagi sambil mengulurkan tangannya.

Ever After
Tanpa memperkenalkan dirinya pun, aku sudah dapat mengetahui namanya. Selama ini aku hanya bisa mengaguminya, mencari-cari tahu tentangnya dan mencuri-curi pandang melihatnya, entah apa yang merasukiku, hingga aku memberanikan diri untuk berhadapan, berbicara sekaligus menyambut lengan itu. “Riza” aku memperkenalkan diri lagi, terbayang seberapa bodohnya aku saat itu.
“Ya, aku sudah tahu kak!”
“Maksud saya Riza ajah, gausah panggil kak!” sergahku membenarkan sekaligus sedikit menutupi kegugupanku.
Tak lama, seorang wanita yang kucurigai teman sekelasnya memanggil-manggilnya dari kejauhan. “Duluan ya!” pamitnya dan setelah tatapan itu, entah mengapa kurasa ia adalah wanita yang sangat menarik. Kekagumanku padanya tak berkurang sedikitpun dan tragisnya malah semakin menjadi.
#

Keesokan harinya, aku sangat senang ketika aku mendapatkan nomor handphonenya dari salasatu teman sekelasku. Sepertinya aku harus bersyukur akan hal ini. Setelah cukup lama menimbang-nimbang, akhirnya aku menuliskan sebuah pesan padanya. Pesan pertamaku....... dan biarkan hanya aku dan dia yang mengetahui itu.
Tak lama kemudian ia membalas. “Siapa ini? kata-katanya bagus! makasih ya!”
Sejujurnya aku ragu untuk membalas pesan itu, namun karena tak mau membuatnya kebingungan dan cepat atau lambat ia pun akan mengetahui. Aku membalas “ini Riza, maaf ya jadi ganggu!”
“Oh ya gak apa-apa, kak Riza kok tahu nomor handphone aku?”
“Ya, kita kan satu sekolah!” balasku seperti membalas olokannya kemarin.
“Bisa aja, aku baru tahu kalo kak Riza puitis juga ya. haha!”
“Tadi cuma iseng aja kok! Oh yah jangan panggil kak!”
“Eh iya, maaf lupa!”
Setelah itu, seringkali aku mengirimi pesan kepadanya. Meskipun masih canggung namun kini aku pun bisa menyapanya setiapkali bertemu. Setidaknya sekedar untuk mengucapkan kata “Hai!” di awal pertemuan dan “Bye!” di akhir pertemuan, meskipun begitu aku cukup senang, karena secara tidak langsung aku dapat mengenalnya lebih jauh lagi.

II.
Seminggu lebih setelah kedekatanku padanya, pada sabtu malam aku memutuskan untuk mengajaknya menemaniku menonton. Sejujurnya, hal itu adalah salah satu bagian dari pertanyaan “apa kamu sudah punya pacar?” namun dikatakan secara non-formal, seperti 1+1 dan aku lebih memilih bertanya 1000: 500. Aku sudah mendapat jawabannya ketika ia menyetujui tawaranku.

Malam itu adalah malam pertama dimana kami berjalan bersama. Bisa di bilang “firstdate”, namun ada beberapa hal yang terjadi secara kebetulan. Ia yang kutahu seorang yang periang, kini lebih terlihat pendiam, aku tahu ada yang salah, aku segera keluar dari antrean loket dan lekas menghampirinya. “Kamu kenapa?” tanyaku heran.
“Gak apa-apa”
Aku melihati wajahnya yang semu pucat, spontan aku menyentuhkan lenganku dikeningnya. Hangat! Dan tak lama kemudian ia terbatuk-batuk. “Kamu sakit?” tanyaku khawatir.
“Enggak, aku gak apa-apa!” sergahnya sambil berusaha mengembalikan lagi wajah cerianya, namun bagiku, keganjilan itu tak bisa ditutupinya.

Aku merasa tak tega dengan keadaannya. “Nontonnya ditunda aja ya, sepertinya kamu harus istirahat dulu deh!” ujarku selembut mungkin, tak mau membuatnya kecewa.
“Tapi aku gak apa-apa!”
“kamu yakin? aku gak mau maksa kamu !” tanyaku ragu.
Tak lama, ia memegangi dahinya. “aku memang sedikit pusing, tapi aku gak mau buat kamu kecewa, apalagi kamu udah beli tiketnya kan?”

Aku sedikit melirik 2 tiket yang ada di genggamanku. “Gak apa-apa, lain kali kita bisa kesini lagi kan!” sahutku berusaha mengembalikan seberkas cahaya di wajah itu.
“Maafin aku ya!”
“Kok kamu sih yang minta maaf! seharusnya aku yang minta maaf!” aku melepaskan sweaterku, memakaikan padanya lalu menggenggam erat lengannya yang kini terasa mendingin, aku baru sadar, ternyata sudah sejak tadi ia berusaha menahan rasa sakitnya demi menghargaiku. Sungguh saat itu aku merasa sangat bersalah, aku kembali mengantarnya pulang, dan memastikan keluarganya tahu akan hal ini. Malam itu pun berlalu meninggalkan rasa bersalahku padanya. “firstdate” tidak berjalan sebagaimana mestinya.

III.
Minggu kedua, aku tak menyerah untuk kembali mengajaknya jalan bersama dan kali ini ia pun menyutujuinya lagi, aku merasa sangat beruntung!. Sore itu aku mengajaknya ke sebuah kafe kecil dan bermain internet bersama disana, tidak lebih dari satu jam, kami kembali. Aku rasa ada yang sangat ganjil darinya, semakin hari ia semakin berbeda, ia menjadi lebih cuek dan pendiam, ia tak lagi seperti yang ku kenal sebelumnya. Sesampainya dirumah aku mengirimkan sebuah pesan padanya. “Kenapa kamu jadi beda? Kamu jadi lebih pendiam tiap kita ketemu! Kayaknya aku lebih suka ngobrol di sms, daripada ketemu langsung!”

Aku merasa sangat lancang setelah mengirimkan pesan itu, namun apa daya, sudah terlanjur terkirim dan ia pun membalas. “Maaf, aku janji gak akan seperti itu lagi”.
AKu sangat lega setelah membaca pesan itu, ternyata ia tak sedikitpun marah padaku, dan aku tahu, ia bukanlah type wanita yang sensitive ketika diberi teguran. Aku hanya tersenyum. Berharap ia kembali seperti yang kukenal sebelumnya.

IV.
Seminggu setelah teguranku kepadanya, kini ia kembali dengan segala keceriannya, ia tak lagi cuek dan pendiam, kini kami lebih sering bertemu dan meluangkan waktu istirahat bersama disekolah, di hari libur pun kami saling mengirimi pesan satu sama lain dan tak jarang akupun mengunjungi rumahnya, sekedar hanya untuk mengobrol dan membicarakan hal-hal kecil yang berujung dengan gelak tawa. Aku sangat senang, aku merasa lebih dekat kembali dengannya, bahkan sangat dekat. Perlahan aku mengetahui kekurangan dan kelebihannya, mengetahui kesukaan dan ketidaksukaannya, mengetahui beberapa kesamaan dan perbedaan antara kami sejauh ini.

Namun pada suatu waktu, di jam istirahat yang sudah usai dan kami berjalan bersama menuju kelas masing-masing, ia sempat bertanya. “Who am i for you?”
“Hah?” aku tercengang, tak sedikitpun mengira ia berkata seperti itu.

Ia tersenyum kecil. “Bagi kamu, hubungan kita ini apa?” tanyanya lagi.
“Kita?” aku kebingungan. Dipikiranku, tak ada rumus balasan untuk menyahut kalimat itu.
Ia menghentikan langkahnya, berdiri di depanku, menunggu kalimat balasan yang tak kunjung keluar dari mulutku.

Setelah cukup lama hanya terdiam, aku menghela nafas panjang mencoba untuk menyusun kata selembut mungkin namun pikiranku benar-benar buntu. “ Aku belum tahu pasti, tapi aku senang bisa bersama kamu” kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku. “Apa kamu ngerasain hal yang sama?” tanyaku gugup. Ada yang salah dengan suasana ini, jantungku berdenyut begitu cepat, nafasku rasanya tersekat-sekat, dan kedua tungkai kakiku pun mulai lemas, ada sesuatu yang menahan aliran darah ini sehingga tak mengalir seperti biasanya. Sepertinya ingin saja kujatuhkan tubuhku ke lantai. I feel so nervouse.

Namun ia hanya tersenyum dihadapanku. Ada selang beberapa detik saat mata kami saling beradu pandang, dan ia pun berkata pelan. “aku juga!” sahutnya kembali berjalan mendahuluiku, bel tanda usai istirahat sudah sedari tadi berbunyi, hampir tak ada seorangpun di lorong itu. Entah apa yang merasukiku, namun aku mengejarnya dan ia pun terperanjat kaget karena tiba –tiba aku menarik lengannya.

Disaat itulah aku mengucapkan 3 kata dari perasaanku yang sesungguhnya, mungkin ini sangat menggelikan bagi kalian, jadi maaf aku tak bisa memberi tahu kalimat itu. Aku tahu meskipun moment itu tak lebih dari 10 detik, tapi aku masih mengingatnya jelas, mengingat setiap kata yang keluar dari mulutnya bahwa ia merasakan perasaan yang sama denganku. Entah seberapa bahagianya diriku saat itu.

V.
Waktu seperti berlalu begitu cepat ketika aku bersamanya, aku mengarungi hari-hari yang begitu indah. Dari keriangannya, kejenakaannya, perhatiannya, kepeduliannya sampai cara ia tersenyum kepadaku, aku sangat bahagia karenanya.

Mungkin sulit bagiku untuk memilih siapa yang lebih rupawan, siapa yang lebih menyenangkan dan siapa yang lebih mengesankan, tapi aku sekarang bersama dia, dia yang selalu buat aku bahagia. Meskipun memang tak selalu indah, kami pun hanya manusia biasa, kadang kami bertengkar, bertingkah seperti anak kecil, saling beradu-argumen, berbeda pendapat, bercekcok dan lain-lainnya namun sampai sepuluh bulan ini kami menjalani hubungan ini dengan baik. Setidaknya kami menyusuri jalan yang penuh rintangan ini bersama-sama. And I think, everthing is gonna be allright if we together. And we laugh again.

VI.
Beberapa bulan setelah kelulusanku, pamanku yang mempunyai perusahaan di luar kota menawariku sebuah pekerjaan yang cukup menjanjikan. Sebenarnya saat itu aku ingin sekali mendapatkan pekerjaan, aku tak ingin lagi merepotkan kedua orangtua ku, mereka sudah cukup banyak berkorban untukku, aku ingin sekali membalas jasa mereka dan aku ingin kelak mereka tersenyum bangga melihatku. Namun disisi lain akupun tak ingin meninggalkan Risti, ia adalah segalanya bagiku, ia adalah penyemangat hari-hariku dan tak terbayang seberapa kesepiannya aku, bila berjauhan dengannya. Dan aku harap, ia pun berpikiran begitu. Namun aku salah, saat ia membalas tegas penjelasanku. “Kamu harus pergi! kamu harus kejar impian kamu! aku gak mau jadi penghalang buat kamu!!”
“Aku gak tahu, aku gak bisa!” jawabku terbata.
Tiba-tiba ia melepaskan sweaternya lalu memakaikannya padaku. “Kamu masih inget kan!” mata itu menatapku dalam-dalam. “kamu harus pergi! cepet atau lambat kita pasti ketemu lagi!”
Aku tak bisa mengungkapkan perasaan ini, rasanya seperti menenggak segelas jamu pahit namun ucapannya justru bagaikan segelas air gula yang manis, aku tahu ia pasti mengerti akan hal ini, namun mengertikah ia akan perasaanku?. “Aku akan pergi karena permintaanmu bukan karena keinginanku!”

Ia memalingkan wajahnya, membelakangiku. “Ini impian kamu, dan ini pun harusnya menjadi keinginan kamu! Aku hanya menyarankan saja!” .
Aku berdiri disampingnya, melihat hamparan danau yang membentang disana. Indah. Namun apakah indah, bila ia tak ada disampingku?. Aku berkata pelan “apapun yang buat kamu bahagia, aku akan melakukannya! asalkan jangan pernah buat aku jauh dari kamu!”
Ia menundukan kepalanya. Lama ia terdiam sebelum ia berkata. “Sepertinya hubungan kita harus berakhir, kamu gak lagi ngerti aku, apa kamu gak dengar ucapanku tadi! aku gak ingin jadi penghalang buat kamu!”

Aku benar-benar tak menyangka ia berkata semudah itu. kalimat itu seperti ratusan pisau yang meluncur menuju sekujur tubuhku. telak dan mematikan. “sepertinya kamu salah, kamu yang gak pernah ngerti perasaanku?” jawabku kesal.
“Aku ingin pulang!”
Aku menatapnya dalam-dalam, cahaya itu hilang begitu saja di wajahnya, aku tak lagi menemukan cahaya itu, hanya ada mata yang berkaca-kaca dan kedua pipi yang kini membasah. Apa yang sudah kukatakan!? Apa yang sudah kulakukan!? Apa aku melakukan dosa besar!?.
Diperjalanan pulang, ia tak sedikitpun berbicara padaku, namun justru ia mendekap erat tubuhku. Aku harap, tak akan terjadi apa-apa pada hubungan kami. Namun aku kembali salah. Sesampainya di depan rumahnya, ia berkata. “Besok, kamu harus pergi! kalau enggak, mungkin ini terakhir kali kita ketemu!”. Sore itu, ia meninggalkanku yang masih tertegun dengan ucapannya.
#
Malamnya, aku terdiam sendiri di balkon atas rumahku, melihat langit penuh kesungguhan. Sempat kubertanya. “Apa jadinya bila setiap malam tak ada bulan dan bintang?? apa jadinya bila setiap siang tak ada matahari??” tak ada yang menyahutku, aku hanya melihat wajahnya di langit gelap yang menggulung diatas sana. Dia adalah cahaya bagiku, dia adalah bintang hidupku, tak peduli seberapa gelap, ia akan selalu menjadi penerang di setiap siang dan malamku. Tak lama kemudian, Aku menuliskan sebuah pesan. “besok aku pergi, ini karena keinginanku!”

VII.
Sore itu, matahari tak sedikitpun menampakan cahayanya, hanya ada aku, ranselku dan hujan deras yang menggulung. Pamanku sudah siap dimobilnya, kedua orangtuaku sudah berdiri dibelakangku, mereka tersenyum bangga padaku. Aku melihat sekeliling, apa Risti lupa akan kepergianku? aku tersenyum kecil, ia tak mungkin lupa! ia sendiri yang mengingatkanku!

Waktu terasa begitu cepat, aku memeluk kedua orangtuaku dan pamanku sudah membawakan ranselku kedalam mobil namun Risti belum juga datang bahkan sejak semalam ia tak sekalipun membalas pesanku, perasaanku benar-benar kalut, namun aku mencoba berpikir tegar, baru sebentar aku tak bertemu dengannya, namun sudah seperti ini, apa yang akan terjadi ketika aku disana nanti? Aku menghela nafas panjang, membiarkan semua keegoisanku melahap habis tubuh lemah ini. Tak lama kemudian, aku menegapkan tubuhku kembali, melangkah pasti memasuki mobil.

Sampai pada saat dimana mobil melaju, aku tak sedikitpun melihat kedatangannya, entah mengapa saat itu aku hanya ingin menutup kedua mataku dan aku menemukannya disana, dianganku. Aku tahu ia tak akan pernah pergi dan ia akan selalu ada disini, di dalam hati ini.

Cukup lama aku melamun sepanjang perjalanan, menyusuri jalan kota dan sekolahku dulu. Namun seketika pandanganku mengarah pada seorang wanita yang berdiri sendiri di depan gerbang sekolah, basah kuyup diguyur hujan deras dengan kepala yang tertunduk. “kenapa kamu disana? ngapain kamu disitu!” aku menghentikan mobil pamanku, lekas ku buka pintu mobil, berlari menembus hujan deras dan segera menghampirinya.

Tepat saat kami berhadapan, hujan mulai reda seperti disihir dari atas sana, kami berdua sama-sama terdiam, saling berpandangan, guyuran air berubah menjadi rintik dan terus menyusut, angin yang menggulung berangsur melemah dan menjadi sepoi-sepoi, langit yang keruh seakan dibersihkan oleh sapu raksasa dan menguaklah warna senja yang semestinya.

Aku tak bisa lagi membedakan mana air hujan dan mana air mata, kini aku hanya bisa berdiri menatapnya penuh kesungguhan. Sebelum kepergian ini, aku hanya ingin sekali saja mendekapnya, namun suasana ini mengingatkanku pada suasana satu tahun yang lalu, saat pertama kali aku berhadapan dengannya, saat pertama kali aku berbicara dengannya, saat pertama kali aku menggenggam lengannnya, saat pertama kali aku merasakan kebahagian yang begitu indah, dan kini kuulangi lagi moment itu.. “Nunggu siapa?” ucapku berat, namun aku coba untuk tetap tersenyum dihadapannya.

Ia malah menangis menjadi-jadi, lalu menghambur pada tubuhku. “Aku akan nunggu kamu!”, balasnya tertawa kecil dibarengi tangis yang tak henti keluar. Meskipun begitu, cahaya itu kembali hadir di wajahnya. Kini ia tak lagi berkata canggung seperti dulu dan aku pun bukan orang asing lagi baginya, aku adalah orang yang ditunggunya sejak awal dan aku berjanji, cepat atau lambat aku pasti akan kembali. “Ever after, i’ll be with you”.

-the end-

PROFIL PENULIS
Hallo Readers! Pertama saya ingin mengatakan bahwa saya bukanlah seorang penulis, saya hanya mencoba untuk bercerita, jadi maaf bilamana kisah ini tidak mengandung arti dan makna sama sekali, saya hanya berkaca pada kejadian aslinya.
-Makasih sebelumnya bagi siapa saja yang sudah mau membaca.-

Baca juga Cerpen Remaja yang lainnya.
Ditulis oleh Unknown, Minggu, 07 Juli 2013 21.44- Rating: 4.5

Judul : Ever After - Cerpen Remaja

Deskripsi : EVER AFTER Karya Ervan Apriansyah I. Terkadang, kebahagian sangat sulit dituangkan dalam sebuah tulisan, kita biasanya hanya merasakan...
keyword :Ever After - Cerpen Remaja, Cerpen Remaja
Posting Lebih Baru
Posting Lama
Beranda
Postingan Populer
  • Cinta Antara Adik dan Kakak Kelas - Cerpen Romantis
    CINTA ANTARA ADIK DAN KAKA KELAS Karya Himatul Aliah Suatu hari dimana semua orang sudah terbangun dan bersiap-siap untuk memulai akt...
  • Sepasang Bidadari - Cerpen Ibu
    SEPASANG BIDADARI Karya Albertus Kelvin Namaku Mitsuko. Hari ini aku masuk sekolah seperti biasa. Ditemani oleh awan yang mendung dan...
  • Daun daun Pun Berguguran - Cerpen Cinta Remaja
    DAUN-DAUN PUN BERGUGURAN Karya Beatrix Intan Cendana Hari ini tepatnya musim gugur yang bagiku cukup menyejukkan, mungkin tak seperti...
  • Tiga Bulan Berujung Tangis - Cerpen Sedih
    TIGA BULAN BERUJUNG TANGIS Karya Khanissa Aghnia Afwa Namaku Ifha Dwi Ashilla, singkatnya Ifha. Aku seorang murid kelas 11 di SMA Negeri Ban...
  • Boneka Beruang dan Sepeda Butut - Cerpen Persahabatan
    BONEKA BERUANG DAN SEPEDA BUTUT Karya   Radifa Farah Putri berjalan lesu sepulang sekolah. Ia sangat tersinggung dengan perkataan Sarah keti...
  • Hantu Kepala Buntung - Cerpen Horor
    HANTU KEPALA BUNTUNG Karya Hafis Ini adalah Cerita tentang Empat Sekawan (Doni, Nita, Ardi dan Lita) yang sedang ingin berlibur. “Ay...
  • Pelangi di Malam Hari - Cerpen Cinta Romantis
    PELANGI DI MALAM HARI Karya Elisabeth Cecilia Setiap nafas yang kurasakan aku selalu merindukan pelangiku, selalu mencari-cari segalanya yan...
  • Jangan Melihat Buku Dari Sampulnya - Cerpen Motivasi Remaja
    JANGAN MELIIHAT BUKU DARI SAMPULNYA Karya Mahendra Sanjaya Hi.. perkenalkan, namaku Mahendra Sanjaya. Teman-teman biasa memanggilku Jaya. Ak...
  • Hadiah Untuk Mama - Cepren Ibu
    HADIAH UNTUK MAMA Karya Indah Amaliah Mustaufik “5 menit lagi ya Mama”, ya, begitulah yang ku katakan setiap waktu bermainku akan seg...
  • Waiting For Happy Ending - Cerpen Cinta
    WAITING FOR HAPPY ENDING Karya Mutia Hampir 2 jam aku menunggu namun tak ada 1 pun yang melewat dihadapan ku . “hmmm… ntah lah mungkin ...

Info mbahbejo © Ever After - Cerpen Remaja